Meskipun kita menjaga pola hidup sehat dengan mengkonsum makanan bergizi dan rutin belorah raga. nampaknya kita masih rentan terkena penyakit berbahaya yang salah satunya datang dari kondisi kerja buruk.
Trend kecelakaan kerja tari tahun ketahun semakin meninkat. 2023 saja angka kecelakaan kerja sudah mencapai +300 ribu. Ini belum termasuk dengan angka pekerja yang terkena penyakit akibat kerja. Padahal UU Ketenagakerjaan kita menjamin perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja kita. Perusahaan juga diwajibkan untuk menjaga tempat kerja mereka tetap aman bagi pekerja.
Pada 1784, kondisi kerja yang buruk menyebabkan wabah demam di kalangan pekerja pabrik kapas di Inggis. hal ini akhirnya menghasilkan UU Kesehatan dan Moral Magang pada tahun 1802. UU tersebet mengharuskan pabrik menyediakan ventilasi yang baik dan ruang kerja yang bersih. Meskipun tidak ditegakkan secara rutin, tindakan ini menjadi preseden bagi tindakan pabrik berikutnya.
Di Amerika Serikat, UU tentang keselamatan kerja baru terbentuk pada 1970an. UU ini dibuat dengan dasar banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi. Di tahun yang sama Indonesia juga mengeluarkan UU tentang Keselamatan Kerja. Filosofi dasar penerapan K3 di tempat kerja dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah melindungi keselamatan pekerja dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan upaya preventif untuk meningkatkan budaya keselamatan.
Apakah dengan adanya UU tentang Keselamatan Kerja ini sudah mewujudkan tempat kerja yang aman bagi pekerja? Dalam kenyataannya tidak. Kecelakaan kerja masih terus terjadi, angkanya pun relatif tinggi. Bahkan di beberapa industri seperti industri berbasis digital jaminan atas keselamatan dan kesehatan kerja sulit untuk didapatkan. Ada beberpa catatan yang perlu dibenahi:
Tidak berjalannya fungsi pengawasan secara optimal.
Pemerintah dan perusahaan menggeser kewajiban menjaga tempat kerja yang aman ke pekerja.
Peraturan tentang Keselamatan kerja sudah tidak relevant diterapkan di industri digital, seperti Ojol dan Pekerja Kreatif.